Resensi Novel : Revolusi "Politik, Cinta, dan Tugas"
Februari 18, 2014
0
komentar
Penulis : Reza Nufa
Penerbit
: Bypass, Juni 2013
Genre : Fiksi Indonesia
Revolusi
merupakan novel ketiga dari Reza Nufa. Setelah dua novelnya Iqra’! dan Hanif
mendapat apresiasi yang bagus dari masyarakat. Mendengar kata revolusi identik
dengan sebuah perubahan. Ya, perubahan yang paling mendasar pada suatu hal.
Dalam novel ini penulis mengangkat tentang perubahan ketatanegaraan Negara
Indonesia melalui aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa Trisakti.
Penggabungan
antara politik, cinta dan tugas dikemas dengan apik melalui ketiga tokoh utama
dalam revolusi yakni Andira, Irham, dan Fajar. Melalui tokoh Fajar dan ditambah
sosok Ayah Dira seorang pensiunan TNI, pembaca akan diajak untuk melihat
perpolitikan Indonesia dan politik mahasiswa. Kemudian, Irham yang berprofesi
sebagai seorang polisi. Polisi yang harus menjalankan tugas dan perintah atasan
setiap hari. Melalui Irham, penulis ingin memberikan pencitraan yang baik pada
sosok seorang polisi terlebih polisi lalu lintas. Terakhir, sosok Dira gadis
yang berstatus sebagai seorang mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah
pulang). Ia adalah mahasiswa yang tidak menyukai dunia politik pun sering
melakukan pelanggaran terhadap hukum.
Pertemuan
Dira dengan Irham saat Dira terkena tindakan langsung (tilang) karena sepeda
motornya menggunakan jalur busway
mengubah semua pandangan Dira tentang politik. Terlebih dengan kehadiran Fajar
selaku Ketua BEM yang diam-diam menyukai Dira. Dira yang awalnya acuh tak acuh
dengan politik, kini menganggap bahwa politik itu kejam. Kejam karena
membuatnya kehilangan banyak hal.
“Hari ini KPK akan kembali memanggil beberapa
orang terkait kasus Century. Untuk mengetahui perkembangannya kami akan menghubungi
reporter kami yang saat ini berada di gedung KPK, ” (Hal 17) merupakan
salah satu kutipan berita yang berasal dari stasiun televisi milik Ayah Dira.
Perkembangan politik Indonesia dan membudayanya korupsi menggugah aksi dari
sebagian mahasiswa Trisakti yang dipelopori oleh Fajar.
Mengambil
setting Universitas Trisakti, penulis ingin merekontruksi kembali fungsi
mahasiswa sebagai agen perubahan (Agent
of Change). Mahasiswa harus peka terhadap keadaan bangsanya dan rela
mengorbankan nyawa sekalipun untuk mencapai arah perubahan yang lebih baik.
Sisipan-sisipan
mengenai politik yang digali dari tokoh aktivis mahasiswa, memberikan nuansa
yang berbeda. Pertentangan antara prinsip mahasiswa yang masih bersifat ideal
berbanding terbalik dengan persepsi realita kehidupan dari seorang polisi yang
tengah bertugas. Dalam revolusi, seorang polisi digambarkan menjadi alat
pengusa dan patuh pada perintah jabatan. Pertentangan antara seorang aktivis
mahasiswa yang tengah melakukan revolusi dengan seorang polisi yang bertugas
mengamankan kestabilan negara pun terjadi.
Ketiga
tokoh Dira, Fajar, dan Irham dipertemukan dalam sebuah demo. Demo untuk
menuntut mudurnya Presiden dari jabatannya karena tidak dapat memimpin
rakyatnya dan tiak dapat menindak setiap kejahatan yang terjadi. Di gedung
DPR/MPR pertarungan antara Fajar dan Irham pun terjadi. Penulis, mampu
memberikan paparan suasana yang baik ketika demo sedang berkecamuk.
Berikut
adalah salah satu kutipan bait puisi, yang ia ucapkan dihadapan Dira yang
digendongnya menuju gedung DPR. Puisi yang menjadi penyemangatnya dalam
melakukan perjuangan.
Engkau harus tahu,
Perjuangan ini tidak boleh dibayar
Melainkan harus dilanjutkan
Darah tercurah tiga setengan abad,
Bercak sembilan delapan masih
tercium anyirnya
Namun, mereka sudah kembali
Pada kita yang sebenarnya tak mati
Kita tetap terjaga dan menjadi penjaga
Ketika seorang
polisi yang menjalankan tugas dengan segenap jiwa raganya dan seorang
demonstran yang sedang berjuang disaat itulah Dira harus memilih. Memilih di
antara dua lelaki. Fajar dan Irham. Namun, hati Dira sesungguhnya sudah memilih
jauh sebelum ia mempunyai pilihan untuk memilih.
Cinta
segitiga yang disampaikan dengan alur yang menawan serta pengambilan ide yang
berbeda dari biasanya cukup memberikan warna lain pada Revolusi. Namun sayang,
karakter tokoh belum tergali dengan kuat. Karakter tokoh Fajar hanya memberikan
pandangan politik yang sifatnya terlalu umum dan melebar sehingga menimbulkan
kesan dangkal terhadap pemahaman Fajar mengenai politik yang terjadi. Karakter
Irham pun tampaknya digali dari pandangan yang subjektif. Sosok polisi pada Irham digali dari pandangan
masyarakat sekarang, bukan dari pemikiran Irham dari sudut polisi.
Meskipun
memiliki kekurangan, saya merekomendasikan novel revolusi ini untuk dibaca oleh
kalangan mahasiswa, pelajar, penikmat fiksi Indonesia, dan masyarakat pada
umumnya. Dengan membaca Revolusi banyak hal yang dapat kita pelajari tentang
cinta, politik, persahabatan, dan tanggung jawab terhadap tugas.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Resensi Novel : Revolusi "Politik, Cinta, dan Tugas"
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://mantrabaca.blogspot.com/2014/02/judul-revolusi-penulis-reza-nufa.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar