Eksistensi Sebuah Nama

Posted by Unknown Mei 21, 2014 0 komentar
          
           



              Akhir-Akhir ini pikiran saya sering dikisruhkan tentang eksistensi sebuah nama. Ya, nama saya. Lebih tepatnya nama yang saya gunakan dalam dunia maya. Solesepatoe Soeszhyy Patdhien. Alay banget kan?         
         Saya mengakui memang benar demikian. Mutlak alaynya. Di FB, nama saya memang sering diributkan oleh sebagian orang. Pernah seseorang yang kenal betul siapa saya, mengirim ke kronologi.
            “Sus..namamu itu mbok diganti. Alay banget!” tulisnya beberapa bulan yang lalu, segera setelah ia menerima permintaan teman dari saya.
            Kaget? Tentu iya, tetapi saya biasa saja menanggapinya. Enteng, saya menjawab, “Lah, gimana mau diubah mba, orang udah paten itu. Udah nggak bisa ganti nama lagi.”
            Selang beberapa hari, sebuah inbok dari teman sesama penulis juga memberikan tanggapan yang serupa. Nama FB saya tidak menjual banget lah pokoknya. Ya, walau pun secara terang-terangan ia tidak mengungkapkan untuk menggantinya, saya tetap mengerti maksud tersiratnya.
            Tak cukup di situ, Rabu (22/5) saya berencana bergabung dengan salah satu grup kepenulisan sastra. Seperti biasa, saya kepo-in dulu profil grup tersebut. Betapa kagetnya, ketika dalam salah satu status yang ditulis admin grup itu menyebutkan persyaratan-persyaratan agar dapat masuk menjadi anggota.
1.      Nama FB bukan nama ALAY
2.      Mempunyai teman penerbit
3.      Mempunyai teman penulis
            Syarat kedua dan ketiga, saya aman. Lolos dengan mulus. Namun, masalahnya adalah syarat nomor 1. Ibarat kata itu masih menjadi ganjalan langkah saya selanjutnya. Selama dua hari saya menunggu konfirmasi. Di cek beberapa kali, hasilnya tetap nihil. Hingga sampailah pada hari ketiga. Di pemberitahuan, seorang telah memasukkan nama  saya menjadi anggota. Wah, saya tidak mengira. Cukup senang. Tidak menyangka bakalan lolos.
            Nah, sepenggal cerita di atas adalah sekelumit kisah nama FB yang alay banget pokoknya. Tetapi, entahlah meskipun banyak orang yang mempermasalahkannya-tentu ini adalah salah satu bentuk kepedulian mereka kepada saya-tekad saya sudah bulat. Nama Soelsepatoe Soeszhyy Patdhien tetap saya pertahankan.
            Di balik sebuah nama pasti ada cerita. Di balik sebuah cerita pasti ada hikmah. Saya pribadi mengerti betul bahwa nama FB saya yang alay-nya nggak ketulungan itu mempunyai kisah yang kelak akan saya tuliskan. Kelak akan saya abadikan. Saya percaya, jika saya mempertahankan sesuatu di tengah desakan perubahan, saya akan mendapatkan sesuatu yang lebih. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh orang. Ia adalah kenangan.


            

Baca Selengkapnya ....

Maafkan Anakmu, Ibu!

Posted by Unknown Mei 14, 2014 0 komentar


Mei 2010
            Stres melandaku. Menjatuhi pikiranku dengan bertubi-tubi pertanyaan. Mengapa dia putuskan aku, disaat pernikahan sudah dekat? Hah! Mengapa? Semua wanita memang sama saja. Di dalam jiwa mereka tertancap erat, kuat, dan lekat tentang paham materialisme.
            Telak hatiku yang remuk, membuat jiwaku bangkit. Ingin kubuktikan bahwa lelaki yang telah dihina akan lebih semangat dari biasanya untuk mengejar impian. Aku mulai mencari kerja. Melamar dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Namun, nihil.  Tak satupun kabar yang kuterima berisi kebahagiaan.
            Aku mulai stres. Lebih dahsyat dari sebelumnya. Perlahan, aku mulai berubah. Aku muak dengan hidup yang melulu menderaku dengan rasa putus asa. Bersama dengan teman-temanku, aku mencari kenikmatan.
            Merokok kini menjadi kenikmatan tersendiri untukku. Segera setelah bangun tidur, aku duduk di kursi depan rumah. Menyulut rokok. Menghembuskan asapnya, pelan. Ah, nikmatnya. Dalam sehari kuhabiskan satu bungkus rokok, bahkan bisa lebih. Bagiku, rokok adalah segala-galanya. Jika sehari tidak merokok ada sesuatu yang hilang dariku.
***
            Ibu uring-uringan setiap waktu. Seringnya Ibu memaki-maki kelakuanku yang berubah drastis. Mana anaknya yang dulu punya impian untuk membahagiakan ibunya? Mana anaknya yang dulu punya segudang cara untuk mengejar kesuksesan?
            Ibu, anakmu sudah mati! Jiwanya lenyap bersamaan dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan tunangannya dulu.
***
            TV, kipas angin, dan kulkas, kujual sesuka hati. Aku tidak peduli dengan teriakan Ibu yang diiringi tangisan membabi butanya. Yang kutahu aku sangat butuh uang. Aku ingin rokok. Rokok, Ibu!
            21 September 2013
            Hari itu, setelah bangun kuambil sepotong roti yang ada di meja. Aku lapar. Namun, mendadak aku diam. Baru sepotong roti yang kumasukkan, aku tidak sanggup menelan. Tenggorokanku sakit. Seperti dihunjami ratusan paku. “Ah, sakit!” batinku. Gelas yang kupegangi tiba-tiba terlepas dari tangan. Pecah berkeping-keping.
            Aku runtuh. Badanku ambruk. Selang beberapa hari kemudian, kesehatanku semakin parah. Tenggorokanku semakin sakit. Terlebih batuk yang menyertainya. “Ibu, ada apa dengan anakmu?” Kupanggil-panggil nama ibu di antara desau nafasku yang begitu menyesakkan.
            Darah yang kukeluarkan dari mulutku membuat ibuku menjerit ketakutan. Lantas, Ibu mengantarku ke rumah sakit. Ya, awal Oktober kujalani opname. Dokter mengatakan aku positif mengidap kanker tenggorokan akut  karena merokok.
            Kulihat Ibu meneteskan air matanya. Air mata yang kesekian. Di antara selang infus yang melingkar dimulutku, aku merasakan bahwa ibu berubah. Badannya mulai renta. Keningnya mulai berkerut. Beberapa helai rambutnya memutih. Ibu, apa yang selama ini kulakukan?
***
            Aku menyesal, Ibu. Sungguh! Jika waktu dapat diputar, aku ingin kembali pada saat menjadi anakmu yang baik. Anakmu yang tidak membangkang. Anakmu yang selalu membuat Ibu tersenyum.
            Ibu kehabisan dana. Uangnya tidak cukup untuk membayar semua biaya rumah sakit. Aku yang masih kritis terpaksa harus menjalani kesakitan di ranjang rumah, setelah pihak rumah sakit mengusirku.
            Ibu mengurusi aku setiap hari. Tanpa mengenal jeda. Tanpa merasa lelah. Di bagian leherku telah tumbuh benjolan-benjolan yang mengerikan. Darah yang kukeluarkan setiap hari semakin banyak. Berat badanku turun secara drastis. Aku bagaikan zombi yang tulangnya menyumbul di sela-sela kulit.
             Lengkingan suaraku setiap kali batuk, selalu membuat ibu terbangun dari tidurnya. Setiap kali aku makan, ibu melumatkan makanan sehalus mungkin agar aku tidak kesusahan menelan. Setiap hari aku hanya bisa mengotori seprai tempat tidur dengan kotoran dan air seni. Ibu, tanpa mengenal lelah, tanpa pernah berkeluh kesah, selalu mengurusi semuanya untukku.
***
            Di suatu pagi, aku tidak bisa bergerak sama sekali. Dua mataku berseliweran mencari Ibu. Tepat di samping ranjangku, Ibu tengah tertidur. Tangannya memangku kepalanya. Lama, kuperhatikan Ibu. Tiba-tiba air mata ini meluncur tanpa pernah bisa kutahan.
            Dalam diamnya. Dalam hembusan nafasnya yang telah lenyap. Aku memandangi Ibu yang terkulai begitu damai.
            “Maafkan anakmu, Ibu. Kalau boleh kuminta sesuatu padamu, tolong apabila aku dilahirkan kembali, tetaplah menerima aku sebagai anakmu, Ibu...”
***
            Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis di Blog “Diary sang Zombigaret
            Sumber Gambar: www.turnbacktogod.com%2Fstop-smoking-anti-smoking-ads-part
            

           



Baca Selengkapnya ....

Jumlah Tamu

Belajar SEO dan Blog support Online Shop Aksesoris Wanita - Original design by Bamz | Copyright of MANTRA BACA .