Review Antologi Mengejar Angin Kategori Pelajar
Agustus 13, 2014
1
komentar
Kata yang
ingin kuucapkan pertama kali adalah Alhamdulilah.
Akhirnya antologi ini sampai ditanganku setelah beberapa sebab sempat nangkring
lama di kantor pos. Rasanya senang banget, akhirnya antologi yang dipertemukan
lewat lomba Tidar Fiction Festival ini bisa kubaca. Dari awal memang ada niatan
akan membuat review cerpen milik lima
pelajar dan sepuluh mahasiswa ini. Tetapi, baru bisa kutuliskan hari ini.
FYI, setelah diambil dikantor pos,
aku segera membaca habis isi antologi ini. Ada dua kata yang ingin kuucapkan.
Kalian Keren! *nunjuk biodata masing-masing penulis. Well, langsung saja disimak review dari pembaca amatiran
sepertiku...
Buat kategori pelajar, aku mulainya
dari cerpen keren karya Anitahahaha yang berjudul Diary Anya Mengajaknya Berlari. Cerpen ini tepat banget dijadiin
sebagai pembuka. Ringan dan ngena. Diksinya juga keren. Aku sempet syok dan
dibuat kagum sama Anita. Nggak nyangka anak SMA yang suka banget sama senja ini
bisa nulis cerpen macam ini. Di antara
tokoh yang ada yang paling kusuka adalah Ka Estu. Caranya mengamati Anya, benar-benar so sweet. Kekurangan dari cerpen ini,
kurasa hanya adanya beberapa typo. Selain itu, alasan mengapa mama Anya terlalu
mengekang anaknya sendiri juga sedikit membuatku penasaran.
Lanjut ke cerpen kedua berjudul Kanang. Saat kubaca nama penulisnya, kukira
ia seorang laki-laki, tetapi ternyata aku salah. Arditya GF adalah seorang
perempuan. Cerpen yang menggunakan judul dari nama tokoh utamanya ini bercerita
tentang Kanang yang hidupnya terkekang oleh adat yang terlalu
mendeskriminasikan seorang perempuan. Kentara betul penulis ingin membuat
cerpen yang kental dengan budaya lokal Pulau Kalimantan, tetapi entah mengapa
aku merasa agak dipaksakan. Aku kurang bisa masuk ke dalam budayanya. Meski
begitu, aku tidak menyangka ending-nya bisa seperti itu. Cukup mengejutkan.
Twist-nya dapat. Tetapi, seperti ada yang janggal di cerpen ini. Di awal
disebutkan bahwa Umak sangat tidak menghargai anak perempuan, bahkan ia
ikhlas-ikhlas saja bila anak perempuannya mati, tapi kenapa diakhir cerita,
Umak mau menerima Kanang saat dititipi oleh ibu kandung Kanang. Jadinya
bersebrangan gitu.
Cerpen Mencari Napas yang ditulis Nur Fahmia dipenuhi dengan diksi-diksi
yang keren. Tokoh Dimas dalam cerpen ini mirip dengan tokoh Estu di cerpennya
Anita. Ya, mereka sama-sama menyukai seseorang yang memiliki masalah keluarga. Rena
digambarkan sebagai gadis yang senang menulis, rajin, pendiam, dan jutek pada
Dimas. Tetapi, karena perjuangan Dimas yang luar biasa dan pantang menyerah
untuk meluluhkan hati Rena, akhirnya di
akhir cerita Rena dapat memberikan senyumnya kepada Dimas. *Fahmia kuucapkan
selamat ya, cerpen ini memang pantas jadi yang terfavorit pilihan juri.
Sesty Arum dengan cerpennya yang
berjudul Satu Mimpi Lagi memang
layak buat jadi juara kategori pelajar. Sosok pencerita “Gue” benar-benar
hidup. Karakternya juga kuat. Suka banget aku sama cerpen ini. Ceritanya itu
ngalir banget dan banyak kejutannya. Tokoh “Gue” juga berhasil membuatku
merenungi lagi tentang sebuah mimpi yang seharusnya diperjuangkan bahkan hingga
napas terakhir. Selain tokoh “Gue” aku juga suka banget sama Hara. Salah satu
quote dari Hara yang sangat menginspirasi adalah “Mimpi memang harus
diwujudkan, tetapi yang seharusnya kita kejar adalah kebebasan untuk mengejar
mimpi itu.” *Quote ini mengalami perubahan dari
bentuk aslinya. Oh, ya, cara Sesty mempertemukan “Gue” dan Hara lewat
“lari” menurutku keren banget.
The
Wind Catcher (silahkan di terjemahkan sendiri artinya) merupakan cerpen
yang ditulis oleh Lio Swara bercerita tentang sebuah keluarga yang kaya raya.
Ayah keluarga itu menghendaki anaknya menjadi penerusnya kelak. Tetapi
sayangnya, dari ketiga putranya tidak ada yang sesuai kehendaknya. Anak
pertamanya kabur untuk meraih mimpinya menjadi Tentara. Tomi-anak kedua,
meskipun mau menjadi penerus bahkan mengorbankan mimpinya untuk menjadi dokter
ternyata juga mengalami kegagalan dalam menjalankan perusahaan. Terakhir, Niko,
seorang yang jenius menjadi harapan terakhir ayahnya ternyata menolak dan
bersikeras untuk menjadi seorang pilot. Menarik sebenarnya ide dari cerpen ini.
Akan tetapi ada beberapa hal yang membuat cerpen ini jadi aneh. Dialog-dialog
yang digunakan terlalu metafor. Agak lebay gitu. Aku kurang setuju seorang anak
berbicara dengan ayahnya dengan perkataan penuh majas seperti itu.
Kelima cerpen kategori pelajar di
atas seperti memiliki benang merah yakni tentang persamaan persepsi dari kelima
penulis cerpen. Semuanya rata-rata menggambarkan tema “Mengejar Angin” sebagai
usaha untuk memperjuangkan sebuah mimpi. Anya dengan mimpinya sebagai novelis. Kanang dengan mimpinya untuk dapat menuntut
ilmu. Rena dengan mimpinya untuk mencari uang. “Gue” dengan larinya dan Niko
untuk menjadi seorang pilot. Pada bagian terakhir review ini, aku memilih
cerpen “Satu Mimpi Lagi” karya Sesty untuk menjadi cerpen kategori pelajar yang
paling kufavoritkan.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Review Antologi Mengejar Angin Kategori Pelajar
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://mantrabaca.blogspot.com/2014/08/review-antologi-mengejar-angin-kategori.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
1 komentar:
Keren~ aku bahkan nggak bisa sampai sedetil itu, haha. Ditunggu review untuk kategori mahasiswa :))
Posting Komentar