Analisis Dukungan PKI

Posted by Unknown Maret 13, 2014 0 komentar

Pertanyaan   
1.  Mengapa PKI (Partai Komunis Indonesia) terlihat senang dengan kembalinya UUD 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, padahal secara ideologi jelas tidak sejalan dengan komunis?2. Dukungan yang diberikan oleh PKI pada saat voting menurut Edmund Husserl, secara falsafah termasuk ke dalam kategori nomenon atau fenomenon?

Jawaban
11.           Perilaku anggota PKI yang terlihat senang dengan kembalinya UUD 1945 sesuai  Dekrit Presdien 5 Juli 1959, hal ini bukan berarti para anggota PKI benar-benar senang sesuai dengan kenyataannya. Dalam konsep conscience of man (kata hati), perilaku anggota PKI mencerminkan pengertian yang ikut serta atau pengertian yang mengikut perbuatan. Para anggota PKI memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibat perilaku yang dilakukannya.
    Perilaku terlihat senang menerima kembalinya UUD 1945 merupakan hasil keputusan dari berbagai pertimbangan anggota PKI yang diambil dari sudut pandang tertentu (kepentingan PKI). Kepentingan ini jika dirunut dari awal adalah sebagai berikut ini.
Sebagai sebuah partai politik, PKI tentu mempunyai Garis Besar Program partainya. Di dalam Garis Besar Program terdapat pandangan ideologis. Pandangan ideologis PKI yang utama adalah PKI mewakili kepentingan nasional dan rakyat Indonesia pada umumnya, dan perjuangan pada tingkat selanjutnya ialah perjuangan untuk mencapai Republik Demokrasi Rakyat Indonesia di mana akhir tujuannya ialah mencapai masyarakat Komunis Indonesia.
   Untuk mewujudkan tujuan akhirnya, PKI menggunakan beberapa tahapan. Satu, Partai Komunis Indonesia mempergunakan teori Marxisme-Leninisme yang konsekuen dipraktekkan di Indonesia sebagai pedoman dalam segala lapangan pekerjaan guna menentang tendens-tendens dogmatisme dan opportunisme. Dua, Partai Komunis menyakini bahwa memisahkan diri dari rakyat berarti mendapat bahaya. Tiga, PKI senang menggunakan momentum revolusioner yang perwira kemenangan rakyat Indonesia untuk melancarkan aksinya, lalu setelah itu telah menjadi kewajiban Partai Komunis Indonesia akan disesuaikan dengan keadaan ekonomi dan kehendak rakyat Indonesia, kemudian setahap demi setahap berjuang melaksanakan masyarakat sosialis dan komunis.
     Terkait tahapan yang ketiga, Partai Komunis Indonesia telah mendapatkan kesempatan yakni saat terjadi revolusi Agustus 1945. Pada bulan Agustus 1948, PKI Muso mengatakan bahwa revolusi Indonesia bersifat defensif yang akan menemui kegagalan. Revolusi hanya dapat diselesaikan oleh orang-orang PKI. Lalu, memberontaklah PKI  Muso dengan mendirikan suatu pemerintahan Sovyet dengan merampas Madiun. Perampasaan ini dimaksudkan sebagai permulaan untuk merebut seluruh kekuasaan republik. Namun, karena kesalahan membuat pertimbangan dan belum mempunyai orang yang berpengaruh untuk mendukungnya (misal Presiden Soekarno), usaha pemberontakan PKI di Madiun mengalami kegagalan.
     Setelah diketahui memberontak di Madiun, tidak larangan atas PKI. Sehingga partai ini tampil lagi selama periode UUDS 1950, bahkan ikut serta dalam Pemilu 1955 bersama PNI, Masyumi, dan NU. Sikap anti-komunis sebenarnya cukup besar dan meluas, namun PKI yang belajar dari pengalaman sebelumnya mencoba bersikap ulet dalam menghadapi revolusi yang bisa saja terjadi di Indonesia. PKI mengadakan penyesuaian ideologi dan politik di dalam tahun 1950-an, sehingga PKI semakin memperoleh dan memainkan peranannya untuk mencapai tujuan.
Penyesuaian ideologi dan politik yang dilakukan oleh PKI dapat dilihat pada saat sidang-sidang Konstituante. Dalam perkembangannya, sidang ini terdapat 3 aliran utama, aliran pertama menghendaki sosial-ekonomi sebagai dasar negara, kedua menghendaki agama Islam sebagai dasar negara, dan ketiga menghendaki untuk mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. PKI menghendaki aliran yang pertama.
       Awalnya PKI bersikeras mempertahankan ideologinya, namun ketika melihat bahwa Konstituante tidak dapat mengambil keputusan hingga akhirnya dilakukan voting. Pada saat pengambilan voting inilah, PKI menjadikan dirinya masuk ke dalam kelompok yang menerima Pancasila sebagai dasar negaranya (dalam hal ini PKI memiliki pertimbangannya sendiri).
Menurut  pertimbangan PKI (dalam konsep conscience of man), sesuatu yang telah diperbuat mempunyai akibat. Konstituante yang tidak segara mengambil keputusan dikhawatirkan oleh PKI akan memecah persatuan kelas buruh (mayoritas rakyat Indonesia) yang berarti akan mempengaruhi dukungan rakyat apabila PKI tetap mempertahankan ideologinya.
     Maka dari itu, ketika ada usul dari pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945, PKI termasuk ke dalam partai-partai politik yang menyetujuinya. Dan perilaku anggota PKI yang terlihat senang dengan kembalinya UUD 1945 sesuai  Dekrit Presdien 5 Juli 1959, padahal secara ideologi jelas tidak sejalan adalah semata-mata karena Dekrit Presiden sebagai dampak daripada pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh PKI. Alhasil  dengan bertindak seperti itu, PKI memperoleh keuntungan, yakni: 1) mendapat kesempatan kedua dengan adanya momentum revolusioner kemenangan rakyat Indonesia (Dekrit Presiden 1959); 2) peranan PKI semakin meningkat, karena mendapat dukungan dari rakyat dan Presiden Soekarno.
22.            Untuk menjawab pertanyaan apakah dukungan yang diberikan oleh PKI pada saat voting dalam sidang Konstituante, merupakan kategori nomenon atau fenomenon (Edmund Husserl), terlebih dahulu dijelaskan pengertian dari fenomenon dan nomenon dalam pendekatan filosofis.
Kata fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phenomenon, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena berkecakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri secara lahir.
      Sedangkan Nomenon (jamak : nomena) berasal dari bahasa Yunani klasik yang berarti “buah gagasan”. Nomenon itu sendiri berasal dari kari kata nonein yang berarti “berpikiran”, yang pada gilirannya juga berasal dari kata nous yang berarti alam gagasan.
Ditinjau dari kedua pengertian di atas, menurut sayapada saat voting ,anggota PKI memposisikan dirinya sebagai seorang fenomenolog yang sedang melihat gejala yang terjadi dalam sidang-sidnag PKI. Dengan menggunakan metode pemikiran “a way of looking at things” akhirnya mau mengubah dirinya secara lahiriah untuk menyetujui kembalinya UUD 1945 yang notabene-nya bertentangan dengan ideologi (alam gagasan) PKI sendiri.
       Keputusan PKI untuk memberikan dukungan merupakan suatu jalan yang diambilnya untuk mendapatkan suatu yang lebih menguntungkan dibandingkan jika PKI terus bersikeras mempertahankan egonya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah dilakukan oleh PKI, meski hati dan pikirannya menolak, toh PKI akhirnya memutuskan untuk menjadi pendukung kembalinya UUD 1945. Dan benar saja, dukungan tersebut pada akhirnya berbuah keuntungan, di mana peranan PKI menjadi semakin kuat sesudah Pancasila dan UUD 1945 diberlakukan kembali.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Analisis Dukungan PKI
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://mantrabaca.blogspot.com/2014/03/analisis-dukungan-pki.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Jumlah Tamu

Belajar SEO dan Blog support Online Shop Aksesoris Wanita - Original design by Bamz | Copyright of MANTRA BACA .